Bolehkah Suami-Istri Melihat Bagian intim saat Berhubungan,, Apa hukumnya?
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Masalah Aurat secara rinci telah banyak diterangkan dalam berbagai kitab dan para ulama. Namun juga timbul banyak pandangan dan hukum serta kitab rujukan. Salah satu aurat terpenting bagi kita adalah bagian intim.
Tapi setelah ada ikrar akad, semua bisa berubah. Suami istri yang semula haram bisa menjadi boleh. Latas bagaima dengan bagain intim itu??. Dari berbagai sumber, admin akan coba akan terangkan sedikit.
Berikut uraiannya..
Memperlihatkan aurat kepada lawan jenis dibolehkan selama keduanya sudah sah menjadi suami-istri. Apabila belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan menutup aurat. Penutupan aurat ini bertujuan agar kehormatan manusia terjaga dan terlindungi dari gangguan tangan dan mata jahil.
Kendati dibolehkan melihat aurat istri ataupun suami, namun pertanyaannya apakah semua bagian tubuhnya boleh dilihat? Atau ada bagian tertentu yang tidak boleh dilihat, alat vital misalnya?
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Aisyah seumur hidup tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah SAW (HR Ibnu Majah). Hadits ini dijadikan dalil oleh sebagian orang untuk memakruhkan melihat kemaluan pasangan, meskipun sudah menikah. Karenanya, pasangan suami-istri pada saat berhubungan intim dianjurkan mematikan lampu atau menggunakan selimut agar satu sama lain tidak melihat alat vital pasangannya.
Melihat intim istri bagian dalam hukumnya sangat dimakruhkan. Tetapi jika ada satu kebutuhan, melihatnya tidak makruh.
وَ) الضَّرْبُ (الثَّانِي نَظَرُهُ) أَيْ الرَّجُلِ (إلَى) بَدَنِ (زَوْجَتِهِ وَ) إلَى بَدَنِ (أَمَتِهِ) الَّتِي يَحِلُّ لَهُ الِاسْتِمْتَاعُ بِهَا (فَيَجُوزُ) حِينَئِذٍ (أَنْ يَنْظُرَ إلَى) كُلِّ بَدَنِهِمَا حَالَ حَيَاتِهِمَا؛ لِأَنَّهُ مَحَلُّ اسْتِمْتَاعِهِ (مَا عَدَا الْفَرْجَ) الْمُبَاحَ مِنْهُمَا، فَلَا يَجُوزُ جَوَازًا مُسْتَوِيَ الطَّرَفَيْنِ فَيُكْرَهُ النَّظَرُ إلَيْهِ بِلَا حَاجَةٍ، وَإِلَى بَاطِنِهِ أَشَدُّ كَرَاهَةٍ {قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا مَا رَأَيْت مِنْهُ وَلَا رَأَى مِنِّي} أَيْ الْفَرْجَ
Artinya, “Bagian kedua yaitu melihatnya seorang suami pada tubuh istrinya dan tubuh budak perempuannya yang halal baginya untuk ia buat senang-senang, hukumnya boleh melihat kepada tubuh kedua orang tersebut saat mereka masih hidup, karena itulah tempat untuk bersenang-senang, selain farji (vagina) yang diperbolehkan bagi mereka. Jika melihat vagina hukumnya tidak boleh dengan prosentase 50-50. Melihat vagina itu hukumnya makruh jika tanpa ada keperluan. Sedangkan melihat bagian dalam vagina sangat dimakruhkan.
Sayyidah 'Aisyah RA berkata, ‘Aku tak pernah melihat punyanya Rasul dan ia juga tak pernah melihat punyaku,’ (farji),” (Lihat Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, matan dari Hasyiyah Al-Bujairimi Alal Khatib, Darul Fikr, juz IV, halaman 103).
Namun pendapat ini dibantah oleh ulama yang membolehkan. Di antara alasannya, hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah ini masih diperdebatkan keabsahannya. Selain itu, terdapat hadits lain yang mengisyaratkan kebolehan melihat alat vital pasangan. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan sebagai berikut: “Dibolehkan bagi pasangan suami-istri melihat dan menyentuh semua bagi tubuh pasangannya, termasuk alat vitalnya.
Pendapat ini didasarkan pada riwayat Bahaz bin Hakim, bahwa kakeknya bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah SAW, mana aurat yang boleh kami buka dan mesti kami tutup?’ Rasul menjawab, ‘Tutup auratmu kecuali untuk istrimu dan budakmu.’ Menurut At-Tirmidzi, status kekuatan hadits ini adalah Hasan. Mengapa diperbolehkan? Karena alat vital adalah tempat istimta’ (bersedap-sedapan) dan diperbolehkan melihat dan menyentuhnya, seperti anggota tubuh lainnya.”
Dalam al-Quran, hubungan suami-istri ditamsilkan sebagai ladang garapan (QS: al-Baqarah 223). Berpijak pada keumuman ayat ini, gaya apapun diperbolehkan selama berhubungan intim selama tidak melalui dubur. Sebab itu, kebanyakan ulama memperbolehkan melihat alat vital suami atau istri bila memang dibutuhkan.
Seperti yang dikatakan Ibnu Qudamah, hukumnya disamakan dengan melihat anggota tubuh lainnya. Tidak hanya melihatnya yang diperbolehkan, tetapi juga menyentuhnya selagi ada hajat. Wallahu a’lam.