ORANG Yang Pertama kali Mengadakan Maulid Nabi
Assalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh.
Allahumma sholli ala sayyidina muhammad wa ala alihi sayyidina muhammad
Orang yang pertamakali mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah raja Irbil, Raja al-Mudzaffar Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Biktikin (549-630 H), salah seorang raja yang agung, besar dan mulia.Ia memiliki riwayat hidup yang baik. Dan dia lah yang memakmurkan Masjid Jami' al-Mudzaffari di Safah Qasiyun.
Ibnu Katsir berkata dalam kitab Tarikh-nya, bahwa Raja al-Mudzaffar mengadakan Maulid Nabi di bulan Rabi'ul Awal dan melakukan perayaan yang besar. Sosok yang berhati bersih, pemberani, tangguh, cerdas akalnya, pandai dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya.
Ibnu Katsir berkata: “Syaikh Abu Khattab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab tentang Maulid Nabi dan diperuntukkan bagi Raja al-Mudzaffar yang ia beri nama at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir.Lalu Raja al-Mudzaffar membalasnya dengan memberi hadiah sebesar 1000 dinar atas karyanya itu. Ia diberi usia panjang dalam kekuasaannya hingga ia meninggal saat mengepung kota Perancis tahun 630 H. Ia terpuji sejarahnya dan perangainya.”
Cucu Ibnu al-Jauzi berkata dalam Mir'at az-Zaman: “Sebagian orang yang hadir dalam jamuan perayaan Maulid Nabi oleh Raja al-Mudzaffar menceritakan bahwa beliau menyiapkan hidangan hingga 5.000 kepala kambing yang digoreng, 10.000 ayam, 100 kuda, 100.000 burung zabadiyah, dan 30.000 bejana besar yang berisi manisan."
Cucu Ibnu al-Jauzi juga berkata: "Orang-orang yang hadir dalam acara Maulid Nabi tersebut adalah para ulama besar dan ulama sufi. Ia bergabung dan bercengkrama dengan mereka. Raja al-Mudzaffar menyediakan jamuan untuk para ulama sufi mulai Dzuhur sampai Shubuh. Ia menari bersama mereka [4]. Raja al-Mudzaffar menghabiskan biaya dalam perayaan Maulid Nabi setiap tahunnya sebesar 100.000 dinar. Ia memiliki rumah khusus tamu, yang disediakan bagi para tamu dari semua penjuru dan kalangan. Di 'rumah tamu' ini ia menghabiskan 1.000 dinar setiap tahunnya diperuntukkan bagi para tamu. Ia memerdekakan budak dari Perancis setiap tahunnya dengan 200.000 dinar. Ia juga mengalokasikan dana untuk Kota Mekkah dan Madinah serta talang Ka'bah (mizab) setiap tahunnya sebesar 30.000 dinar.”
Istri Raja al-Mudzaffar, Rabi’ah Khatun binti Ayyub (saudara perempuan Raja Shalahuddin al-Ayyubi),bercerita bahwa baju suaminya terbuat dari kain yang kasar, kisaran harga 5 dirham.
Istrinya berkata: “Saya suka mengejeknya karena ia berpakaian seperti itu.”
Namun sang suami, Raja al-Mudzaffar, hanya menjawab: “Saya berpakaian seharga 5 dirham dan bersedekah
dengan uang sisanya, lebih baik daripada saya memakai pakaian mahal sementara saya menelantarkan orang fakir dan miskin.”
Ibnu Khalkan berkata dalam biografi al-Hafidz Abu Khattab Ibnu Dihyah: “Dia adalah ulama besar dan orang utama yang populer. Ia datang dari Maroko kemudian masuk ke Syam (Syria) dan Iraq. Ia tinggal di Irbil tahun 604 H, dan ia berjumpa dengan penguasa Irbil yang agung yaitu al-Mudzaffar bin Zainuddin yang gemar mengadakan Maulid Nabi. Ibnu Dihyah pun mengarang
kitab at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir, lalu ia membacakannya di depan Raja, dan Raja memberinya 1.000 dinar. Kami mendengarnya di hadapan Sultan dalam enam kali pertemuan majelis pada tahun 625 H.”[]
1. Jawaban ini diperkuat oleh pernyataan Ibnu Taimiyah: “Mengagungkan Maulid Nabi dan menjadikannya perayaan musiman telah dilakukan oleh sebagian ulama, dan dia mendapatkan pahala yang agung karena memiliki tujuan yang baik dan mengagungkan
kepada Rasulullah Saw." (Iqtidha' ash-Shirath al-Mustaqim juz 2 hlm.126).
2. Sejarah hidup Raja al-Mudzaffar tentang merayakan Maulid Nabi juga dicantumkan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala' juz 22 hlm. 336. Bahkan adz-Dzahabi berkata: “Ia raja yang rendah hati, baik, seorang Sunni (Ahlussunnah wal Jama'ah), mencintai ulama fikih dan ahli hadits."
3 Kitab ini sering dijadikan sumber rujukan oleh Ibnu Katsir dalam kitab-kitabnya seperti al-Bidayah wa an-Nihayah dan as-Sirah an-Nabawiyah. Ini menunjukkan bahwa Ibnu Katsir yang tidak lain adalah murid Ibnu Taimiyah, juga tidak mengingkari perayaan Maulid Nabi, karena ia sama sekali tidak berkomentar negatif tentang Maulid Nabi.
4. Hukum menari adalah diperbolehkan selama tidak menimbulkan gairah syahwat. Dalil yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali adalah hadits riwayat Imam Bukhari (No. 988) dan Muslim (No. 2100), bahwa pada hari raya ada beberapa orang Habasyah (Etyophia) yang menari di Masjid Nabawi. Rasulullah tidak melarangnya dan memperbolehkan Aisyah melihatnya. (Lihat al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba'ah juz 2 hlm. 42).
5. Ibnu Katsir menegaskan bahwa Raja al-Mudzaffar hidup di masa kerajaan Shalahuddin al-Ayyubi. (Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah juz 13 hlm. 160).
πreferensi kitab Husnul Maqsid Fi Amalil Maulid Karya Imam Suyuti
Semoga bermanfaat untuk kita semua
Allahumma sholli ala sayyidina muhammad wa ala alihi sayyidina muhammad
Wassalamualaykum warohmatullahi wabarokatuh
menambah wawasan juga
Kalau di negara modern, dimanakah jika sekarang sang raja ini memerintah negerinya?