MENGINAP DI RUMAH JANDA, BOLEH TIDAK??.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Di era milenial sekarang hubungan atau interaksi antara lawan jenis semakin gampang dan mudah akrab. Baik itu pertemanan dalam lingkup family, teman bermain atau sahabat dekat, mungkin juga antar teman kerja.
Kadang dalam situasi tertentu keakraban tersebut tanpa kita sadari telah melewati batas. Seperti ketika dihadapkan situasi dimana salah seorang harus tinggal sementara (menginap di rumah sahabat lawan jenis) karena urusan penting. Terutama teman kerja, apalagi seorang janda. Lantas bagaimana hukumnya secara islam??.
Berikut ulasannya:
LARANGAN MENGINAP DI RUMAH JANDA
Seorang lelaki yang bukan mahramnya haram menginap tidur dirumah janda , apalagi dirumahnya gadis. Seorang yang hendak menginap dirumahnya wanita tersebut hendaklah dia menikahinya dulu.
Hal ini tidak hanya berlaku dirumahnya sendiri saja , di kost kostan maupun dirumah kontrakannya pun juga sama sama terlarang.
Rasulullah ﷺ bersabda :
أَلَا لَا يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلَّا أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ
Ketahuilah, Seorang laki-laki tidak boleh menginap di rumah janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada mahramnya.
(HR Muslim nomor 2171)
Imam Nawawi menjelaskan:
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا يَبِيتَنَّ رَجُل عِنْد اِمْرَأَة ثَيِّب إِلَّا أَنْ يَكُون نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَم ) هَكَذَا هُوَ فِي نُسَخ بِلَادنَا : ( إِلَّا أَنْ يَكُون ) بِالْيَاءِ الْمُثَنَّاة مِنْ تَحْت ، أَيْ يَكُون الدَّاخِل زَوْجًا أَوْ ذَا مَحْرَم . وَذَكَرَهُ الْقَاضِي فَقَالَ : ( إِلَّا أَنْ تَكُون نَاكِحًا أَوْ ذَات مَحْرَم ) بِالتَّاءِ الْمُثَنَّاة فَوْق ، وَقَالَ : ( ذَات ) بَدَل ( ذَا ) . قَالَ : وَالْمُرَاد بِالنَّاكِحِ الْمَرْأَة الْمُزَوَّجَة وَزَوْجهَا حَاضِر ، فَيَكُون مَبِيت الْغَرِيب فِي بَيْتهَا . بِحَضْرَةِ زَوْجهَا ، وَهَذِهِ الرِّوَايَة الَّتِي اِقْتَصَرَ عَلَيْهَا وَالتَّفْسِير غَرِيبَانِ مَرْدُودَانِ ، وَالصَّوَاب الرِّوَايَة الْأُولَى الَّتِي ذَكَرْتهَا عَنْ نُسَخ بِلَادنَا ، وَمَعْنَاهُ لَا يَبِيتَنَّ رَجُل عِنْد اِمْرَأَة إِلَّا زَوْجهَا أَوْ مَحْرَم لَهَا . قَالَ الْعُلَمَاء : إِنَّمَا خُصَّ الثَّيِّب لِكَوْنِهَا الَّتِي يَدْخُل إِلَيْهَا غَالِبًا ، وَأَمَّا الْبِكْر فَمَصُونَة مُتَصَوِّنَة فِي الْعَادَة مُجَانِبَة لِلرِّجَالِ أَشَدّ مُجَانَبَة ، فَلَمْ يَحْتَجْ إِلَى ذِكْرهَا ، وَلِأَنَّهُ مِنْ بَاب التَّنْبِيه ، لِأَنَّهُ إِذَا نُهِيَ عَنْ الثَّيِّب الَّتِي يَتَسَاهَل النَّاس فِي الدُّخُول عَلَيْهَا فِي الْعَادَة ، فَالْبِكْر أَوْلَى وَفِي هَذَا الْحَدِيث وَالْأَحَادِيث بَعْده تَحْرِيم الْخَلْوَة بِالْأَجْنَبِيَّةِ ، وَإِبَاحَة الْخَلْوَة بِمَحَارِمِهَا ، وَهَذَانِ الْأَمْرَانِ مُجْمَع عَلَيْهِمَا
Sabda Nabi :
(Janganlah sekali-kali seorang lelaki menginap di rumah seorang janda, kecuali orang yang sudah menikah (dengannya) atau mahramnya )
Demikianlah yang tercantum di dalam naskah-naskah negeri kami, yaitu kalimat yang berbunyi :
kecuali orang yang sudah menikah (dengannya)." Maksudnya yang boleh bermalam di rumahnya adalah suaminya atau kerabatnya.
Al-Qadhi menyebutkan bahwa riwayat tersebut berbunyi : "(Kecuali wanita itu sudah menikah atau ia adalah mahramnya (kerabatnya)."
Al-Qadhi mengatakan, "Yang dimaksud adalah wanita janda itu telah menikah lagi dan suaminya ada bersamanya. Sehingga lelaki asing itu bermalam di rumah si wanita dengan keberadaan suaminya."
Namun riwayat dan tafsir yang disebutkan itu asing dan tertolak.
Yang benar adalah riwayat pertama yang telah disebutkan dari naskah-naskah negeri kami; dan maknanya adalah janganlah sekali-kali seorang lelaki bermalam di rumah seorang wanita, kecuali dia suaminya atau kerabatnya.
Para ulama berkata :
"Sesungguhnya wanita janda disebutkan secara khusus karena dia sering didatangi. Adapun wanita perawan, maka biasanya dia terjaga terpelihara, dan sangat jauh dari kaum lelaki, sehingga tidak perlu disebutkan. Itu juga termasuk dari bab sebuah peringatan, karena jika kita dilarang mendatangi wanita janda yang biasa didatangi oleh orang-orang , maka wanita perawan lebih utama untuk dilarang."
Di dalam hadits itu dan hadits-hadits yang setelahnya terdapat pengharaman berduaan dengan wanita yang bukan mahram dan boleh bagi mahramnya untuk berduaan dengannya. Kedua perkara tersebut adalah hal yang telah disepakati oleh para ulama.
(Minhaj Syarah shahih Muslim XIV / 328)