Bolehkah Tidak Puasa Karena Menyusui. - MAJELIS AKHWAT BERCADAR

Bolehkah Tidak Puasa Karena Menyusui.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh 

DOKUMENTASI HASIL TANYA JAWAB DI GRUP MENURUT 4 MADZHAB (48)

PERTANYAAN:
1)Thy Amanda Arsi

Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamualaikum ...
Selamat Pagi menjelang siang Sahabat Grub"MIFAH"Selamat Menjalankan ibadah Puasa semoga Lancar

Bab: tanya jawab puasa
Mari  RUJI (Rukun dan Mengaji)
Izin Numpang Bertanya Ustadz/Zah..

🗣️:"Bolehkah Seorang ibu tidak puasa karena menyusui bayi orang lain ,,bagai mana Hukum nya Menurut pandangan Islam nggeh...??!!⁉️

 Affwan,Untuk pencerahan dan ilmu saya Ucapkan Terimakasih.

JAWABAN:
1)Ustadz Abdullah Sidiq I 

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. 

Seorang wanita menyusui boleh tidak berpuasa,  baik itu menyusui anaknya sendiri maupun anak orang lain. Tetapi tentunya dia menjadi terkena fidyah , dan fidyah tersebut dibebankan kepada si wanita penyusuinya , bukan pada orangtua bayinya.

Imam Nawawi berkata:

إذَا أَوْجَبْنَا الْفِدْيَةَ عَلَى الْمُرْضِعِ إذَا أَفْطَرَتْ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِهَا فَلَوْ اُسْتُؤْجِرَتْ لِإِرْضَاعِ وَلَدِ غَيْرِهَا (فَالصَّحِيحُ) بَلْ الصَّوَابُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ الْقَاضِي حُسَيْنٌ فِي فَتَاوِيهِ وَصَاحِبُ التَّتِمَّةِ وَغَيْرُهُمَا أَنَّهُ يَجُوزُ لَهَا الْإِفْطَارُ وَتَفْدِي كَمَا فِي وَلَدِهَا بَلْ قَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ يَجِبُ عَلَيْهَا الْإِفْطَارُ إنْ تَضَرَّرَ الرَّضِيعُ بِالصَّوْمِ وَاسْتَدَلَّ صَاحِبُ التَّتِمَّةِ بِالْقِيَاسِ عَلَى السَّفَرِ فَإِنَّهُ يَسْتَوِي فِي جَوَازِ الْإِفْطَارِ بِهِ مَنْ سَافَرَ لِغَرَضِ نَفْسِهِ وَغَرَضِ غيره بأجرة وغيرها وشد الْغَزَالِيُّ فِي فَتَاوِيهِ فَقَالَ لَيْسَ لَهَا أَنْ تُفْطِرَ وَلَا خِيَارَ لِأَهْلِ الصَّبِيِّ وَهَذَا غَلَطٌ ظَاهِرٌ 
قَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ: وَعَلَى مَنْ تَجِبُ فِدْيَةُ فِطْرِهَا فِي هَذَا الْحَالِ فِيهِ احْتِمَالَانِ هَلْ هِيَ عَلَيْهَا أَمْ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ كَمَا لو استأجر للمتمتع فَهَلْ يَجِبُ دَمُهُ عَلَى الْأَجِيرِ أَوْ الْمُسْتَأْجِرِ فِيهِ وَجْهَانِ كَذَا قَالَ الْقَاضِي وَلَعَلَّ الْأَصَحَّ وُجُوبُهَا عَلَى الْمُرْضِعِ بِخِلَافِ دَمِ التَّمَتُّعِ فَإِنَّ الْأَصَحَّ وُجُوبُهُ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ لِأَنَّهُ مِنْ تَتِمَّةِ الْحَجِّ الْوَاجِبِ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ وَهُنَا الْفِطْرُ مِنْ تَتِمَّةِ إيصَالِ الْمَنَافِعِ الْوَاجِبَةِ عَلَى الْمُرْضِعِ قَالَ الْقَاضِي وَلَوْ كَانَ هُنَاكَ نِسْوَةٌ مَرَاضِعُ فَأَرَادَتْ واحدة ان تأخذ سبيا تُرْضِعُهُ تَقَرُّبًا إلَى اللَّهِ تَعَالَى جَازَ لَهَا الْفِطْرُ لِلْخَوْفِ عَلَيْهِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُتَعَيَّنًا عليها

Jika kita mewajibkan membayar fidyah atas perempuan yang menyusui jika berbuka karena khawatir atas anaknya, bagaimana jika ia disewa untuk menyusui anak orang lain? 
Pendapat yang shahih dan dipastikan oleh Al Qadhi Husain dalam fatwanya dan pengarang kitab At-Tatimmah dan yang lainnya bahwa ia diperbolehkan berbuka dan membayar fidyah, sebagaimana pada anaknya sendiri.

Bahkan Al Qadhi Husain berkata: 
Ia wajib berbuka jika anak yang disusui dalam bahaya apabila ia tetap berpuasa. 
Pengarang kitab At-Tatimmah berdalil dengan qiyas atas bepergian, bahwa orang yang bepergian diperbolehkan berbuka baik bepergiannya untuk kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan orang lain dengan upah dan yang lainnya. 

Al Ghazali dalam fatwanya berpendapat menyimpang dan berkata: "Tidak diperbolehkan baginya untuk berbuka dan tidak ada pilihan bagi keluarga bayi",
Dan ini jelas pendapat yang salah.

Al Qadhi Husain berkata: 
"Siapa yang wajib membayar fidyahnya dalam kondisi ini?" 
Ada dua kemungkinan; apakah ia wajib atasnya atau atas orang yang menyewanya? Seperti jika ia menyewa untuk haji tamattu', apakah yang wajib membayar dam itu yang disewa atau yang menyewa? 
Ada dua pendapat, demikian seperti dikatakan oleh Al Qadhi. Dan agaknya yang paling tepat bahwa ia wajib atas perempuan yang menyusui, berbeda dengan dam tamattu' yang benar bahwa ia wajib atas yang menyewa, karena ia termasuk bagian dari kesempumaan ibadah haji yang wajib atas yang menyewa. Sedangkan berbuka di sini termasuk bagian dari jasa pemanfaatan yang harus diberikan oleh yang menyusui. 

Al Qadhi berkata: 
Jika ada sejumlah perempuan menyusui lalu salah seorang dari mereka ingin mengambil bayi untuk disusuinya dengan niat ikhlas karena Allah Taala maka diperbolehkan baginya untuk berbuka karena rasa khawatir terhadapnya, walaupun tidak ada keharusan dalam hal itu.
(Majmu' Syarah Muhadzdzab VI / 268)

JAWABAN:
2)Teh Rina Leriyani I 

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh

Wanita menyusui boleh tidak puasa,baik menyusui anak kandungnya sendiri maupun anak orang lain.

 يباح للحامل والمرضع الإفطار إذا خافتا على أنفسهما أو على الولد، سواء أكان الولد ولد المرضعة أم لا، أي نسباً أو رضاعاً، وسواء أكانت أماً أم مستأجرة، وكان الخوف نقصان العقل أو الهلاك أو المرض، والخوف المعتبر: ما كان مستنداً لغلبة الظن بتجربة سابقة، أو إخبار طبيب مسلم حاذق عدل.
ودليل الجواز لهما: القياس على المريض والمسافر، وقوله صلّى الله عليه وسلم: «إن الله عز وجل وضع عن المسافر الصوم وشطر الصلاة، وعن الحبلى والمرضع الصوم»ويحرم الصوم إن خافت الحامل أوالمرضع على نفسها أو ولدها الهلاك.
وإذا أفطرتا وجب القضاء دون الفدية عند الحنفية، ومع الفدية إن خافتا على ولدهما فقط عند الشافعية والحنابلة، ومع الفدية على المرضع فقط لا الحامل عند المالكية، كما سيأتي.

Wanita yang hamil dan wanita yang menyusui boleh tidak berpuasa, apabila mereka khawatir dirinya atau anaknya mendapat mudharat,baik anak itu anaknya si wanita penyusu sendiri maupun anak orang lain, baik wanita itu ibu kandung maupun wanita upahan-, dan kekhawatiran itu berupa lemahnya kecerdasan, mati, atau sakit. Kekhawatiran yang diperhitungkan adalah yang berdasarkan praduga kuat dengan dasar pengalaman sebelumnya atau dengan dasar informasi seorang dokter Muslim yang mahir dan berperangai baik. 

Dalil bolehnya tidak berpuasa bagi dua wanita ini adalah qiyas kepada orang sakit dan musafir;juga dalil sabda Nabi:
"sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menggugurkan kewajiban puasa dan separuh shalat dari pundak musafir, dan menggugurkan puasa dari pundak wanita yang hamil dan wanita yang menyusui.''
Haram berpuasa jika wanita yang hamil atau yang menyusui ini khawatir dirinya atau anaknya akan binasa. 

Kalau keduanya tidak berpuasa, wajib mengqadha saja tanpa membayar fidyah menurut madzhab Hanafi. Sedangkan menurut madzhab Syafi'i dan Hambali, keduanya harus pula membayar fidyah jika mereka khawatir atas anaknya saja. Adapun menurut madzhab Maliki, wanita yang menyusui harus pula membayar fidyah, sedangkan wanita hamil tidak harus. Hal ini akan diterangkan lebih lanjut'
(Alfiqhul islam wa adilatuhu)

JAWABAN:
3)Akhy Hamzah ..

Wanita yang sedang menyusui, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain yang diserahkan kepadanya untuk disusui, yang bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu maka dibolehkan tidak berpuasa  Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

اِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ اْلحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ. احمد عن انس بن مالك الكعبى

Bahwasanya Allah subhanahu wata'ala telah membolehkan bagi musafir meninggalkan puasa dan mengqashar shalat, dan Allah telah membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui meninggalkan puasa. [HR. Ahmad dari Anas bin Malik Al-Ka'bi].

Dan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu. tentang istrinya yang sedang hamil, katanya :

اَنْتِ ِبمَنْزِلَةِ الَّذِى لَا يُطِيْقُهُ فَعَلَيْكِ اْلفِدَاءُ وَلَا قَضَاءَ عَلَيْكِ. البزار وصححه الدارقطنى

Engkau sekedudukan dengan orang yang amat payah untuk berpuasa. Maka wajib atasmu fidyah dan tidak ada qadla' bagimu. [HR. Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ad-Daraquthni]

Serta riwayat dari Ibnu 'Umar ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Quraisy yang sedang hamil tentang hal puasanya, maka jawab beliau :

اَفْطِرِى وَاَطْعِمِى كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلَا تَقْضِى. ابن حزم

Berbukalah kamu dan berilah makan tiap hari seorang miskin, dan jangan mengqadla'nya. [HR. Ibnu Hazm].

Allahu a'lam
Semoga bermanfaat dan berkah ilmu nya.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url