NASEHAT BAGI SEPASANG PENGANTIN BARU - MAJELIS AKHWAT BERCADAR

NASEHAT BAGI SEPASANG PENGANTIN BARU

pengantin harus komitmen untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak 


NASEHAT BAGI SEPASANG PENGANTIN BARU


PERTAMA

Hendaknya pasangan pengantin baru taat kepada Allâh dan saling menasehati untuk taat kepada-Nya dan hukum-hukumNya yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka tidak boleh mendahulukan kebiasaan atau pandangan yang dominan di tengah manusia. Sungguh, Allâh Azza wa Jalla telah berfirman:


وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا


Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allâh dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [Al-Ahzâb/33:36].


KEDUA.

Masing-masing dari pengantin harus komitmen untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang Allâh wajibkan atas dirinya kepada pasanganya. Karena itu, misalkan seorang istri, janganlah ia meminta agar sederajat dengan suami dalam seluruh haknya. Demikian pula, seorang lelaki tidak memanfaatkan kelebihan yang Allâh Azza wa Jalla  berikan kepadanya menjadi pemimpin dalam keluarga untuk menzhalimi istri dan memukulnya tanpa alasan yang dibenarkan. Sebab, Allâh Azza wa Jalla berfirman:


وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Al-Baqarah/2:228]


Dan Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:


الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا


Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allâh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allâh telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allâh Maha Tinggi lagi Maha Besar [An-Nisâ`/4:34]

Mu’âwiyah bin Haidah Radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Rasûlullâh. Apakah hak seorang istri salah seorang kami atas diri suaminya?”. Beliau menjawab, “Engkau memberinya makan, bila engkau makan. Engkau memberinya sandang, jika engkau mengenakan pakaian. Dan janganlah engkau mendoakan keburukan pada wajahnya, jangan engkau memukul, dan jangan (pula) engkau mendiamkannya kecuali di dalam rumah. Bagaimana hal-hal ini tidak dilakukan, sementara sebagian kalian telah menggauli sebagian yang lain, kecuali yang diperbolehkan untuk dilakukan terhadap mereka”.


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:


إنَّ الْمُقْسِطِيْنَ عِنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَنْ يَمِيْنِ اللهِ – وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوْا


“Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allâh akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, berada di sisi tangan kanan  ar-Rahmân z dan dua tangan Allâh kanan semua. Mereka adalah orang-orang yang berbuat adil dalam menentukan keputusan terkait mereka dan keluarga mereka serta orang-orang yang berada di bawah tanggung-jawabnya”.[HR. Muslim no.1827].


Apabila mereka berdua telah mengetahui hal-hal tersebut dan menjalankannya, maka Allâh Azza wa Jalla akan menghidupkan mereka dalam kehidupan yang baik dan hidup bersama-sama dalam ketentraman dan kebahagiaan. Sungguh Allâh Azza wa Jalla berfirman:


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


Barangsiapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [An-Nahl/16:97]


KETIGA.

Secara khusus, wanita berkewajiban menaati suaminya dalam hal-hal yang diperintahkan sang suami dalam jangkauan kemampuannya. Sebab, ini merupakan hak yang Allah utamakan kaum lelaki di atas kaum wanita, sebagaimana disebutkan dalam dua ayat sebelumnya. Yaitu (“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”) (“Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya”)


Dan ada banyak hadits shahih yang menguatkan nilai ini dan menjelaskan dengan terang apa yang menjadi hak wanita dan apa yang menjadi kewajiban wanita bila ia taat kepada suaminya atau mendurhakainya. Maka, disini mesti disampaikan sebagian dari dalil-dalil tentang itu, semoga menjadi pengingat kaum wanita pada masa sekarang, karenaAllâh Azza wa Jalla berfirman:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan tetaplah member peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.[Adz-Dzâriyât/51:55]


Inilah sebagian hadits yang disampaikan Nabi terkait hak besar suami atas istrinya.


Hadits Pertama:


لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ وَلَا تَأْذَنُ فِيْ بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ


Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sementara suaminya ada di rumah kecuali dengan izinnya (selain puasa Ramadhan). Dan tidak boleh ia mengizinkan (seseorang berada di rumah) kecuali dengan izin suaminya”.


Hadits Kedua:


وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ رَبَّهَا حَتَّى تُؤَدِّي حَقَّ زَوْجِهَا وَلَوْ سَأَلَهَـا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ نَفْسَهَا


Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tidaklah seorang wanita menunaikan hak  Rabbnya (dengan baik) sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya saat berada di pelana, ia tidak menolak suami untuk itu.


Hadits Ketiga:


إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَـــهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا  قِيْلَ لَهَا : ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ


Bila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluan, dan menaati suaminya, akan dikatakan kepadanya, ‘Masukilah Surga melalui pintu Surga mana saja yang kamuinginkan”.


Wallâhua’lam.


(Diadaptasidari Al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassaratufî Fiqhil Kitâbi was Sunnatil Muthahharah , Husain bin ‘Audah al-‘Awâyisyah, Dar IbniHazm Beirut, Cet. I, Th.1425, 5/216-219).

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url