Apakah Boleh Pengobatan atau Penyembuhan Dilakukan Dengan Cara di Ruqyah
Apakah boleh pengobatan atau penyembuhan dilakukan dengan cara di ruqyah dan doa..??
Mendengar kata ruqyah, kebanyakan orang mungkin akan tertuju pada praktik pengobatan mistis untuk menangani penyakit-penyakit nonmedis seperti kesurupan, guna-guna, santet, teluh, dan gangguan gaib lainnya. Padahal, ruqyah tidak selalu berkaitan dengan hal-hal demikian. Sebab, ruqyah juga digunakan untuk pengobatan medik
Selama Ruqyah yang Syar'iy , maka dibolehkan.
Jika mengandung kesyirikan maka tidak boleh.
Rasulullah bersabda:
لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
Tidak apa apa Ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.
(HR Muslim nomor 2200)
'Aisyah berkata :
كَانَ إِذَا اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَقَاهُ جِبْرِيلُ
Apabila Rasulullah ﷺ sakit , Jibril meruqyahnya.
(HR Muslim Nomor 2185)
Jabir bin Abdullah berkata :
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النُّشْرَةِ فَقَالَ هُوَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai Nusyrah (jampi), kemudian beliau menjawab, "Itu adalah perbuatan setan."
(HR Abu Dawud nomor 3868)
Rasulullah bersabda :
ﻫُﻢْ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﺎ ﻳَﺘَﻄَﻴَّﺮُﻭﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﺮْﻗُﻮﻥَ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻜْﺘَﻮُﻭﻥَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ
Mereka yang masuk surga Tanpa hisab itu tidak melakukan thiyarah, tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakkal.
(HR. Bukhari nomor 5752)
_✍️Imam Nawawi berkata:
وَذَكَرَ الْأَحَادِيث بَعْده فِي الرُّقَى ، وَفِي الْحَدِيث الْآخَر فِي الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّة بِغَيْرِ حِسَاب ( لَا يَرْقُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ وَعَلَى رَبّهمْ يَتَوَكَّلُونَ ) فَقَدْ يَظُنّ مُخَالِفًا لِهَذِهِ الْأَحَادِيث ، وَلَا مُخَالَفَة ، بَلْ الْمَدْح فِي تَرْك الرُّقَى الْمُرَاد بِهَا الرُّقَى الَّتِي هِيَ مِنْ كَلَام الْكُفَّار ، وَالرُّقَى الْمَجْهُولَة ، وَالَّتِي بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّة ، وَمَا لَا يُعْرَف مَعْنَاهَا ، فَهَذِهِ مَذْمُومَة لِاحْتِمَالِ أَنَّ مَعْنَاهَا كُفْر ، أَوْ قَرِيب مِنْهُ ، أَوْ مَكْرُوه . وَأَمَّا الرُّقَى بِآيَاتِ الْقُرْآن ، وَبِالْأَذْكَارِ الْمَعْرُوفَة ، فَلَا نَهْي فِيهِ ، بَلْ هُوَ سُنَّة . وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ فِي الْجَمْع بَيْن الْحَدِيثَيْنِ إِنَّ الْمَدْح فِي تَرْك الرُّقَى لِلْأَفْضَلِيَّةِ ، وَبَيَان التَّوَكُّل . وَاَلَّذِي فَعَلَ الرُّقَى ، وَأَذِنَ فِيهَا لِبَيَانِ الْجَوَاز ، مَعَ أَنَّ تَرْكهَا أَفْضَل ، وَبِهَذَا قَالَ اِبْن عَبْد الْبَرّ ، وَحَكَاهُ عَمَّنْ حَكَاهُ . وَالْمُخْتَار الْأَوَّل ، وَقَدْ نَقَلُوا بِالْإِجْمَاعِ عَلَى جَوَاز الرُّقَى بِالْآيَاتِ ، وَأَذْكَار اللَّه تَعَالَى . قَالَ الْمَازِرِيّ : جَمِيع الرُّقَى جَائِزَة إِذَا كَانَتْ بِكِتَابِ اللَّه ، أَوْ بِذِكْرِهِ ، وَمَنْهِيّ عَنْهَا إِذَا كَانَتْ بِاللُّغَةِ الْعَجَمِيَّة ، أَوْ بِمَا لَا يُدْرَى مَعْنَاهُ ، لِجَوَازِ أَنْ يَكُون فِيهِ كُفْر . قَالَ : وَاخْتَلَفُوا فِي رُقْيَة أَهْل الْكِتَاب ، فَجَوَّزَهَا أَبُو بَكْر الصِّدِّيق رَضِيَ اللَّه عَنْهُ ، وَكَرِهَهَا مَالِك خَوْفًا أَنْ يَكُون مِمَّا بَدَّلُوهُ . وَمَنْ جَوَّزَهَا قَالَ : الظَّاهِر أَنَّهُمْ لَمْ يُبَدِّلُوا الرُّقَى ، فَإِنَّهُمْ لَهُمْ غَرَض فِي ذَلِكَ بِخِلَافِ غَيْرهَا مِمَّا بَدَّلُوهُ .
Setelahnya disebutkan beberapa hadits tentang ruqyah, Di dalam hadits yang lain disebutkan tentang orang-orang yang masuk surga tanpa dihisab, yaitu orang-orang yang tidak meruqyah orang lain, tidak minta diruqyah dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal.
Bisa jadi hadits ini dianggap bertentangan dengan hadits-hadits dalam bab ini.
Jika dicermati, maka tidak ada pertentangan, bahkan pujian yang diberikan kepada orang yang meninggalkan ruqyah, maksudnya adalah ruqyah yang termasuk dari bagian perkataan orang-orang kafir, ruqyah yang tidak diketahui, ruqyah yang bukan dengan bahasa Arab, dan ruqyah yang tidak diketahui maknanya. Semua ruqyah itu tercela karena dimungkinkan bahwa maknanya menyebabkan kekufuran, atau dekat dari kekufuran, atau minimalnya makruh.
Adapun ruqyah dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan dzikir-dzikir yang sudah populer, maka tidak ada larangan padanya, bahkan disunnahkan.
Di antara para ulama ada yang berkata ketika mengkompromikan antara kedua hadits tersebut, "sesungguhnya pujian bagi orang yang meninggalkan ruqyah adalah untuk sesuatu yang afdhal dan menjelaskan keutamaan bertawakkal. Sedangkan orang yang melakukan ruqyah adalah untuk menjelaskan pembolehan ruqyah meskipun meninggalkannya adalah lebih utama."
Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Bar dan diriwayatkan oleh beberapa ulama.
Namun pendapat yang terpilih adalah pendapat yang pertama.
Para ulama telah menukilkan adanya kesepakatan tentang pembolehan ruqyah dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan dzikir-dzikir kepada Allah Ta'ala.
Al-Maziri mengatakan, "seluruh ruqyah boleh apabila dilakukan dengan membaca kitabullah atau dzikir kepada-Nya; dan dilarang apabila dilakukan dengan bahasa non arab atau dengan bahasa yang tidak diketahui maknanya, karena bisa jadi terdapat kekufuran di dalamnya.
Para ulama berbeda pendapat tentang ruqyah seperti yang dilakukan Ahli Kitab. Abu Bakar Ash-Shiddiq membolehkannya.
Imam Malik menganggapnya makruh karena khawatir ruqyah itu berasal dari Taurat atau Injil yang mereka rubah."
Orang-orang yang membolehkannya berpendapat, "Pada zhahirnya, Ahli Kitab tidak merubah bentuk ruqyah karena. mereka memiliki tujuan tersendiri, berbeda dengan yang lainnya dari apa-apa yang telah mereka rubah di dalam kitab mereka.
(Minhaj Syarah shahih Muslim XIV / 168 )
👉🗒️Imam Nawawi melanjutkan berkata :
وَقَدْ ذَكَرَ مُسْلِم بَعْد هَذَا أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( اِعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْس بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهَا شَيْء ) . وَأَمَّا قَوْله فِي الرِّوَايَة الْأُخْرَى : ( يَا رَسُول اللَّه إِنَّك نُهِيَتْ عَنْ الرُّقَى ) فَأَجَابَ الْعُلَمَاء عَنْهُ بِأَجْوِبَةٍ أَحَدهَا كَانَ نَهَى أَوَّلًا ، ثُمَّ نَسَخَ ذَلِكَ ، وَأَذِنَ فِيهَا ، وَفَعَلَهَا ، وَاسْتَقَرَّ الشَّرْع عَلَى الْإِذْن . وَالثَّانِي أَنَّ النَّهْي عَنْ الرُّقَى الْمَجْهُولَة كَمَا سَبَقَ . وَالثَّالِث أَنَّ النَّهْي لِقَوْمٍ كَانُوا يَعْتَقِدُونَ مَنْفَعَتهَا وَتَأْثِيرهَا بِطَبْعِهَا كَمَا كَانَتْ الْجَاهِلِيَّة تَزْعُمهُ فِي أَشْيَاء كَثِيرَة . أَمَّا قَوْله فِي الْحَدِيث الْآخَر : ( لَا رُقْيَة إِلَّا مِنْ عَيْن أَوْ حُمَّة ) فَقَالَ الْعُلَمَاء : لَمْ يُرِدْ بِهِ حَصْر الرُّقْيَة الْجَائِزَة فِيهِمَا ، وَمَنْعهَا فِيمَا عَدَاهُمَا ، وَإِنَّمَا الْمُرَاد لَا رُقْيَة أَحَقّ وَأَوْلَى مَنْ رُقْيَة الْعَيْن وَالْحُمَّة لِشِدَّةِ الضَّرَر فِيهِمَا . قَالَ الْقَاضِي : وَجَاءَ فِي حَدِيث فِي غَيْر مُسْلِم : سُئِلَ عَنْ النَّشْرَة ، فَأَضَافَهَا إِلَى الشَّيْطَان . قَالَ : وَالنَّشْرَة مَعْرُوفَة مَشْهُورَة عِنْد أَهْل التَّعْزِيم ، وَسُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِأَنَّهَا تَنْشُر عَنْ صَاحِبهَا ، أَيْ تُخَلِّي عَنْهُ . وَقَالَ الْحَسَن : هِيَ مِنْ السَّحَر . قَالَ الْقَاضِي : وَهَذَا مَحْمُول عَلَى أَنَّهَا أَشْيَاء خَارِجَة عَنْ كِتَاب اللَّه تَعَالَى وَأَذْكَاره ، وَعَنْ الْمُدَاوَاة الْمَعْرُوفَة الَّتِي هِيَ مِنْ جِنْس الْمُبَاح .
Imam Muslim menyebutkannya setelah itu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, "Tunjukkanlah ruqyah kalian kepadaku" , Tidak apa-apa dengan ruqyah selama tidak ada sesuatu (kesyirikan) di dalamnya."
Adapun perkataannya di dalam riwayat yang lain :
(Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melarang meruqyah.)
Para ulama menjelaskannya dalam beberapa Point yaitu:
👉 Pertama,
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pada awalnya melarang ruqyah,lalu beliau menghapus larangan itu, mengizinkannya, dan melakukannya. Maka syariat pun menetapkan perizinan tersebut.
👉 Kedua,
Sesungguhnya larangan itu hanya berlaku pada ruqyah yang tidak diketahui, sebagaimana yang telah lalu dijelaskan.
👉 Ketiga,
sesungguhnya larangan itu berlaku bagi sekelompok orang yang meyakini manfaat dan pengaruh ruqyah dengan sendirinya bukan atas izin Allah, sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Jahiliyah.
Adapun sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalam hadits yang lain :
(Tidak ada ruqyah kecuali karena pengaruh pandangan yang dengki atau racun )
Para ulama berkata, 'Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak bermaksud membatasi pembolehan ruqyah pada 2 hal itu saja dan melarangnya pada hat-hal yang lainnya. Namun yang dimaksud adalah tidak ada ruqyah yang lebih berhak dan lebih utama dilakukan daripada ruqyah karena pengaruh pandangan yang dengki atau racun lantaran besarnya bahaya yang terkandung pada keduanya."
Al-Qadhi mengatakan, "Di hadits selain kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ditanya tentang "Nusyrah" (mengobati orang yang terkena sihir dengan menjampi), maka beliau pun menyandarkannya kepada setan.
Nusyrah sudah terkenal di kalangan ahli mantra. Dinamakan demikian, karena dia menyelamatkan orang yang terkena sihir."
Al-Hasan berkata, "Nusyrah termasuk bagian dari jenis sihir."
Al-Qadhi berkata, "Nusyrah di sini dipahami dengan pengobatan dengan membaca bacaan yang tidak mengandung ayat-ayat Allah Ta'ala dan dzikir kepada-Nya dan tidak menggunakan pengobatan yang boleh dilakukan."
(Minhaj Syarah shahih Muslim XIV / 170 )
Semoga bermanfaat ,berkah bertambah pengetahuan dan ilmu ny sahabat fillah semua orang.