PERBEDAAN ITU CANTIK.
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarokatuh.
"Bila kita ingin membuat tajam sebuah pisau, maka kita hatus asah”
Bila lama tidak digunakan, pisau akan karat, menjadi akan rusak dan kita tidak bisa menggunakan lagi. Namun bila, jika ia (diasah) lagi digesekan dengan batu, atau benda keras lainnya, pisau akan lebih tajam lagi.
Sahabat fillah, demikian juga, bilamana kita ingin tambah jadi dewasa, maka memang kadang gesekan harus terjadi, ikhtilaf itu sebuah keniscayaan. Sekali lagi “ikhtilaf“, bukan “tafarruq“.
Memang penting suatu "Persatuan", tapi kita tidak harus menolak perbedaan, bukankah indahnya malam penuh bintang, karena siang pergi dengan senyum manisnya. Dan bukankah indahnya siang, karena kita melewati malam.
Seperti, para sahabat yang berbeda penentuan warisan untuk nenek (al-jad) pada masa Abu Bakar, Umar Al Faruq dengan Zaid bin Stabit tentang kata Al-Quru‘, pada masa Utsman bin Affan berbeda dalam hal siyayah, Ali bin Abi Thalib juga pernah berbeda dengan Muawiyah, dan Istri Nabi, Aisyah. Para sahabat, tabiin, dan setelahnya, juga tidak lepas dari perbedaan.
Belum lagi ikhtilaf para aimmah, kemudian melahirkan madzhab-madzhab. Itulah sebuah keindahan, yang membangkitkan gairah akademik tinggi, saling mengasah kecerdasan, pemikiran dan melahirkan berbagai pendapat, yang tentunya berangkat dari satu pohon, Al-Quran dan Al Hadis, yang membuahkan ijma’, dan pendapat para alim.
Ikhtilaf, bukanlah berangkat dari ego, nafsu, kesombongan, kepentingan pribadi atau kelompok, yang melahirkan “tafarruq”, tapi “ikhtilaf” berangkat dari sebuah kemurnian “ijtihad“. Maka, di sanalah indahnya, tidak saling melaknat, tidak saling mengkafirkan, tidak saling bersitegang, apalagi saling bunuh. Kadang miris sekali, melihat antraksi Medsos hari ini, bukannya hanya bully, tapi saling mengkafirkan, melaknat, dan fitnah yang membakar, bukan lagi ikhtilaf ummah rahmat yang selalu berdasar pada dalil, tetapi tafarruq yang tercela. Mudah-mudahan cepat selesai, dan duduk tawadhu’, dimulai dari para ulama dan didukung para pemimpin negeri.
Suatu kali
“أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، كَانَ يَقُولُ : مَا سَرَّنِي لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَخْتَلِفُوا ، لأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ
“Tidaklah menggembirakanku jika saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berbeda pendapat,” kata Umar bin Abdul Aziz seperti diabadikan dalam Al Inabah Al Kubra dan Faidhul Qadir, “karena jika mereka tidak berbeda pendapat maka tidak akan ada rukhshah atau keringanan.”
“Agar lampu menyala, sambungkan dua kutub kabel yang berbeda” mari kita nyalakan lampu Islam, walau selalu ikhtilaf, jadikan ia sebatas berbeda pendapat, bukan perceraian ukhuwah islamiyah.
permisalan di bawah ini, penulis ibaratkan, karena ikhtilaf adalah kecantikan;
“Jika kau ingin membuat almari, maka gergajilah kayunya”
“Kayu tambah indah, jika diamplas”
Seharusnya ikhtilaf melahirkan persatuan, melahirkan kekuatan ruh, melahirkan keindahan, Islam. Tidak melahirkan arogansi kedirian dan ego sekterian. Dengan pemahaman atas perbedaan, semoga Sahabat Fillah mampu menjaga Persatuan dan Solidaritas yang kuat.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh.