Boleh Tidak Sterilisasi Kucing?, Ini Hukum Kebiri hewan Dalam Islam.
Seekor kucing sedang menjalani sterilisasi |
Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi mausia, terutama hewan seperti kucing dan anjing merupakan hewan-hewan kecil yang dapat menularkan dan membawa penyakit sehingga dapat menyebabkan zoonosis. Hal tersebut yang menjadi salah satu alasan bagi beberapa kalangan untuk mengontrol populasi hewan domestik seperti kucing dan anjing.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara mengebiri hewan tersebut. Dalam dunia medis, kebiri terhadap hewan untuk tujuan tertentu biasa disebut sebagai sterilisasi. Tindakan sterilisasi bisa dengan mengankat rahim dan indung telur pada hewan betina atau pengangkatan testis dan spermatic cord pada hewan jantan. Lantas bagaimana Islam memandang praktik kebiri atau sterilisasi hewan seperti kucing atua anjing untuk tujuan-tujuan tertentu?
Hukum Asal Steril Hewan dalam Islam
Hukum asal dari kebiri atau steril hewan adalah haram. Keharaman tersebut dikarenakan mengandung unsur penyiksaan (ta’dzib) dan dapat memberi bekas, pengaruh dan/atau dampak (ta’tsir) yang dapat merubah asal penciptaannya. Keharaman tersebut didasarkan pada firman Allah dalam QS. Annisa’ ayat ke 119:
“Dan (setan) menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah) hingga benar-benar mengubahnya.”
Imam At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa makna ayat tersebut adalah mengubah ciptaan Allah yang berupa hewan dengan cara mengebirinya (Tafsir At-Tabari: 7/494)
Dalam kajian Fiqih, ulama empat mazhab berbeda pendapat dalam melihat hukum kebiri hewan. Ulama dari kalangan mazhab Maliki dan sebagian mazhab Hanbali berpendapat bahwa kebiri hewan termasuk perkara yang dimakruhkan karena mengandung unsur penyiksaan dan berpotensi merusak (Darul Ifta’ Palestina, No. Fatwa: 914).
Sedangkan ulama kalangan Syafi’iah membatasi kebolehan kebiri hewan hanya pada hewan-hewan yang halal untuk dikonsumsi untuk tujuan memperoleh kualitas daging yang bagus, itupun dengan syarat harus dilakukan saat hewan tersebut masih kecil (Terkait kualitas daging yang diperoleh pasca pengebirian ini perlu dikaji kembali dalam kaitannya dengan ilmu kedokteran hewan). Selain dari pada itu, hukumnya haram. Hal ini sebagaimana pendapat Imam al-Baghawi dan al-Rafi’ yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarh al-Muhaddzab (6/177).
Steril Hewan Boleh Jika Ada Manfaat
Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa steril hewan diperbolehkan apabila ada manfaat atau menghidari mudarat yang nyata. Ali bin Abi Bakr bin Abdul Jalil al-Farghani al-Marghinani, salah seorang ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa steril hewan boleh dilakukan karena mengandung manfaat bagi manusia dan hewan itu sendiri (Al-Hidayah fi Syarh Bidayah al-Mubtadi: 4/380).
Kebolehan kebiri pada hewan yang tidak halal dikonsumsi ini diqiyaskan pada hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah tentang Nabi yang berqurban dengan dua domba yang dikhitan/dikebiri (Sunan Ibnu Majah: 2/1043. Hadis No. 3122)
Artinya, “Dari Aisyah, atau dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW ketika ingin berkurban, membeli dua domba yang besar dan gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri.”
Makna dari kata “maujuaini” dalam hadis di atas adalah dua domba yang sudah dikhitan atau dikebiri. Hadis tersebut dijadikan dasar atas bolehnya mengebiri domba karena mengandung manfaat untuk meningkatkan kualitas dagingnya. Kebolehan mengebiri hewan lain untuk memperoleh kemaslahatan dan/atau menghindari mafsadat, diqiyaskan pada kebolehan mengebiri domba tersebut (Darul Ifta’ Palestina, No. Fatwa: 914).
Hukum Steril Kucing Boleh
Burhanuddin Mahmud al-Hanafi mengemukakan secara spesifik tentang kebolehan mengebiri kucing. Ia berpendapat bahwa bahwa kebiri pada kucing diperbolehkan apabila ada manfaat di dalamnya, atau untuk menghilangkan kemudaratan (Al-Muhith al-Burhani: 5/376).
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, hukum asal mengebiri hewan, baik hewan yang halal dikonsumsi dagingnya seperti domba, atau yang tidak halal seperti kucing, adalah haram jika didalamnya mengandung unsur penyiksaan dan/atau berpotensi membahayakan hewan tersebut. Namun jika tujuannya adalah untuk menghasilkan maslahah atau menghilangkan mafsadah yang jelas, maka hal tersebut diperbolehkan.