Hukum "Maulid Nabi", Ini Kata Ustadz Khalid dan UAH.
Merayakan Kelahiran Nabi Muhammad SAW: Tradisi dan Pandangan Ulama
Bulan Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Hijriah, menjadi bulan yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Di bulan ini, terukir momen bersejarah: kelahiran Nabi Muhammad SAW, sang pembawa risalah Islam yang mengubah peradaban manusia. Kegembiraan menyambut hari kelahiran Nabi, yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal, dirayakan dengan berbagai tradisi dan kegiatan yang penuh makna, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia.
Tradisi Meriah di Nusantara: Menyambut Kelahiran Nabi
Indonesia, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki tradisi yang kaya dan unik dalam memperingati Maulid Nabi. Masing-masing daerah memiliki cara tersendiri untuk merayakan hari kelahiran Nabi, sebuah bukti kecintaan yang mendalam dan rasa syukur atas kehadiran Sang Rasul. Berikut beberapa contoh tradisi yang meriah:
Bungo Lado (Minangkabau)
Di Minangkabau, perayaan Maulid Nabi dikenal dengan sebutan Bungo Lado. Tradisi ini melibatkan prosesi arak-arakan yang menampilkan berbagai macam makanan dan minuman khas daerah. Bungo Lado, yang berarti "bunga lada", melambangkan keberuntungan dan kemakmuran.
Muludhen (Madura)
Di Madura, tradisi Maulid Nabi dikenal dengan sebutan Muludhen. Perayaan ini menampilkan pementasan seni budaya seperti kesenian reog, tari tradisional, dan musik khas Madura.
Kirab Ampyang (Kudus)
Di Kudus, perayaan Maulid Nabi diramaikan dengan prosesi Kirab Ampyang, yang menampilkan pawai berisi berbagai makanan dan minuman khas daerah. Ampyang sendiri merupakan kue manisan yang berasal dari gula aren dan berbentuk seperti bintang.
Sedekah Maulid (Jawa Tengah)
Di Jawa Tengah, tradisi Maulid Nabi seringkali diiringi dengan kegiatan sedekah atau pembagian makanan kepada orang miskin dan fakir miskin. Kegiatan ini mengajarkan nilai kepedulian dan rasa empati terhadap sesama.
Bolehkah Merayakan Maulid Nabi?
Tradisi meriah yang dilakukan di berbagai daerah menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah merayakan Maulid Nabi sesuai dengan ajaran Islam? Pandangan ulama terhadap hal ini beragam, namun intinya menekankan pada nilai-nilai keislaman dan menghindari kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Pandangan Ulama:
1. Ustadz Khalid Basalamah:
Dalam ceramahnya, Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa tradisi Maulid Nabi pertama kali muncul pada abad ke-3 Hijriah, dipelopori oleh Dinasti Fathimiyyah di Mesir. Beliau menyebut tradisi ini sebagai bid’ah hasanah (inovasi baik), yang artinya diperbolehkan karena bertujuan untuk menghormati dan meneladani Nabi Muhammad SAW.
Beliau merujuk kepada hadis Rasulullah SAW yakni: “Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1017)
2. Ustadz Adi Hidayat:
Ustadz Adi Hidayat mengemukakan bahwa "Maulid" berarti waktu kelahiran, sedangkan "Maulud" berarti bayi yang dilahirkan. Beliau menekankan bahwa menolak Maulid Nabi sama saja dengan menolak kedatangan Nabi sebagai utusan Allah.
Ustadz Adi Hidayat juga mengingatkan tentang berita gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW dalam Al-Quran (QS. Yunus 57-58), yang menunjukkan perlunya bergembira dan bersyukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Berita gembira tentang lahirnya Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Al-Qur’an dan ajaran Islam, terdapat dalam QS. Yunus ayat 57-58: “Wahai seluruh manusia, telah datang kepadamu tuntunan dari Tuhanmu, obat bagi penyakit-penyakit yang terdapat dalam dada, hidayat dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Sampaikanlah wahai Nabi Muhammad, bahwa itu adalah anugerah Allah dan rahmat-Nya dan karena itu hendaklah mereka bergembira (menyambutnya), itu lebih baik daripada apa yang mereka senantiasa kumpulkan.”
Merayakan Maulid dengan Bijak: Menggali Hikmah dan Makna
Terlepas dari berbagai pandangan ulama, perayaan Maulid Nabi memiliki hikmah dan makna yang mendalam. Berikut beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perayaan ini:
- Meningkatkan kecintaan dan penghormatan kepada Nabi: Merayakan Maulid Nabi menjadi momentum untuk mengingat kembali jasa dan perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam. Kita diajak untuk meneladani sifat-sifat terpuji Nabi Muhammad SAW seperti jujur, amanah, dan sabar.
- Meneladani nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Nabi: Perayaan Maulid Nabi menjadi pengingat untuk menerapkan ajaran Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk hidup berakhlak mulia, berbuat baik kepada sesama, dan menjauhi perbuatan yang merugikan orang lain.
- Meningkatkan semangat beribadah: Perayaan Maulid Nabi dapat memotivasi umat Islam untuk memperbanyak ibadah seperti sholat, berdzikir, dan bersedekah. Perayaan ini menjadi momentum untuk menghirup semangat baru dalam beribadah dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih baik.
Menjalin Kebaikan dan Menghormati Nabi
Merayakan Maulid Nabi adalah bentuk kecintaan dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW. Pandangan ulama tentang tradisi ini beragam, namun intinya adalah mengutamakan nilai-nilai keislaman dan menghindari kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Perayaan Maulid Nabi yang baik adalah yang berisi kegiatan positif dan bermanfaat bagi masyarakat, seperti pengajian, ceramah, dan kegiatan sosial.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan tentang perayaan Maulid Nabi. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah dan rahmat dari Allah SWT, dan dapat meneladani akhlak dan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam hidup sehari-hari.