Apakah Nama Julukan Nabi boleh Dipakai Orang Lain?.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
DOKUMENTASI HASIL TANYA JAWAB DI GRUP MENURUT 4 MADZHAB (12)
Masih latihan belajar mendokumentasikan , mohon sambil dibantu apabila ada kesalahan dalam penyusunan dokumentasi ๐๐
PERTANYAAN:
Amanda /penanya
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh...
Selamat Sore Sahabat Grub "MIFAH "
Izin Mau Tanya Ustadz Ustadzah, sahabat Qu Semua yg in syaa Allah selalu dalam Rahmat Kasih sayank Allah...
๐น _Apakah menamai anak dengan nama muhammad dibolehkan dan kalau dibolehkan apaka termasuk ibadah .....???!
๐น_Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mempunyai julukan Abul Qasim (bapaknya Qasim).
apakah julukan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam boleh digunakan oleh orang selain beliau...........?? !!
Mohon pencerahan nya nggeh sahabat qu, salih /saliha๐๐
JAWABAN:
1)cik Gu Vitha Finalia
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh ๐๐
Ada beberapa perbedaan pendapat dari para ulama tentang hal ini yang dimana,
Menurut madzhab Syafi'i dan madzhab zhahiri :
Tidak boleh bagi siapapun untuk dijuluki dengan sebutan Abul Qasim, baik namanya Muhammad atau Ahmad.
Menurut madzhab Malik : larangan tersebut mansukh (dihapus) karena hukum itu berlaku pada awal islam saja berdasarkan tujuan yang ada didalam hadist.
Menurut madzhab Ibnu Jarir :
Bahwasanya hukumnya tidak dihapus, karena larangan tersebut hanya untuk menunjukkan hal itu makruh dan menyalahi etika dan bukan sesuatu yang haram.
Menurut sekelompok orang dari kaum salafush-shalih : larangan mempunyai julukan dengan Abul Qasim hanya dikhususkan bagi orang yang namanya Muhammad atau Ahmad saja.
Menurut kaum Anshar : dilarang mempunyai julukan Abul Qasim secara mutlak.
Akan tetapi meskipun demikian, pada akhirnya Nabi Muhammad telah memberikan izin kepada mereka untuk hal itu yaitu membolehkan mereka, memberikan nama muhammad kepada anak /keturunan mereka.
Imam Nawawi berkata :
ุงุฎْุชَََูู ุงْูุนَُูู َุงุกُ ِูู َูุฐِِู ุงْูู َุณْุฃََูุฉِ ุนََูู ู َุฐَุงِูุจَ َูุซِูุฑَุฉٍ ، َูุฌَู َุนََูุง ุงَْููุงุถِู َูุบَْูุฑُُู : ุฃَุญَุฏَُูุง : ู َุฐَْูุจُ ุงูุดَّุงِูุนِِّู َูุฃَِْูู ุงูุธَّุงِูุฑِ ุฃََُّูู َูุง َูุญُِّู ุงูุชََِّّููู ุจِุฃَุจِู ุงَْููุงุณِู ِ ِูุฃَุญَุฏٍ ุฃَุตًْูุง ุณََูุงุกٌ َูุงَู ุงุณْู ُُู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฃَْู ุฃَุญْู َุฏَ ، ุฃَู ْ َูู ْ َُْููู ، ِูุธَุงِูุฑِ َูุฐَุง ุงْูุญَุฏِูุซِ . َูุงูุซَّุงِูู : ุฃََّู َูุฐَุง ุงََّْูููู ู َْูุณُูุฎٌ ؛ َูุฅَِّู َูุฐَุง ุงْูุญُْูู َ َูุงَู ِูู ุฃََِّูู ุงْูุฃَู ْุฑِ َِููุฐَุง ุงْูู َุนَْูู ุงْูู َุฐُْููุฑِ ِูู ุงْูุญَุฏِูุซِ ، ุซُู َّ ُูุณِุฎَ . َูุงُููุง : َُููุจَุงุญُ ุงูุชََِّّููู ุงَْْูููู َ ุจِุฃَุจِู ุงَْููุงุณِู ِ ُِِّููู ุฃَุญَุฏٍ ، ุณََูุงุกٌ ู َِู ุงุณْู ُُู ู ُุญَู َّุฏٌ َูุฃَุญْู َุฏُ َูุบَْูุฑُُู ، ََููุฐَุง ู َุฐَْูุจُ ู َุงٍِูู . َูุงَู ุงَْููุงุถِู : َูุจِِู َูุงَู ุฌُู ُْููุฑُ ุงูุณََِّูู ، َََُููููุงุกُ ุงْูุฃَู ْุตَุงุฑِ ، َูุฌُู ُْููุฑُ ุงْูุนَُูู َุงุกِ . َูุงُููุง : ََููุฏِ ุงุดْุชُِูุฑَ ุฃََّู ุฌَู َุงุนَุฉً ุชَََّْูููุง ุจِุฃَุจِู ุงَْููุงุณِู ِ ِูู ุงْูุนَุตْุฑِ ุงْูุฃََِّูู ، َِูููู َุง ุจَุนْุฏَ ุฐََِูู ุฅَِูู ุงَْْูููู ِ ، ู َุนَ َูุซْุฑَุฉِ َูุงุนِِู ุฐََِูู ، َูุนَุฏَู ِ ุงْูุฅَِْููุงุฑِ . ุงูุซَّุงِูุซُ : ู َุฐَْูุจُ ุงุจِْู ุฌَุฑِูุฑٍ ุฃََُّูู َْููุณَ ุจِู َْูุณُูุฎٍ ، َูุฅَِّูู َุง َูุงَู ุงَُّْูููู ِููุชَّْูุฒِِูู َูุงْูุฃَุฏَุจِ ، َูุง ِููุชَّุญْุฑِูู ِ .ุงูุฑَّุงุจِุนُ : ุฃََّู ุงََّْูููู ุนَِู ุงูุชََِّّููู ุจِุฃَุจِู ุงَْููุงุณِู ِ ู ُุฎْุชَุตٌّ ุจِู َِู ุงุณْู ُُู ู ُุญَู َّุฏٌ ุฃَْู ุฃَุญْู َุฏُ ، ََููุง ุจَุฃْุณَ ุจِุงَُْْููููุฉِ َูุญْุฏََูุง ِูู َْู َูุง ُูุณَู َّู ุจَِูุงุญِุฏٍ ู َِู ุงِูุงุณْู َِْูู ، ََููุฐَุง َُْููู ุฌَู َุงุนَุฉٍ ู َِู ุงูุณََِّูู ، َูุฌَุงุกَ ِِููู ุญَุฏِูุซٌ ู َุฑُْููุนٌ ุนَْู ุฌَุงุจِุฑٍ . ุงْูุฎَุงู ِุณُ : ุฃََُّูู ََْูููู ุนَِู ุงูุชََِّّููู ุจِุฃَุจِู ุงَْููุงุณِู ِ ู ُุทًَْููุง ، َََْููููู ุนَِู ุงูุชَّุณْู َِูุฉِ ุจِุงَْููุงุณِู ِ ِูุฆََّูุง ََُّูููู ุฃَุจُُูู ุจِุฃَุจِู ุงَْููุงุณِู ِ ، ََููุฏْ ุบََّูุฑَ ู َุฑَْูุงُู ุจُْู ุงْูุญََูู ِ ุงุณْู َ ุงุจِِْูู ุนَุจْุฏِ ุงْูู َِِูู ุญَِูู ุจََูุบَُู َูุฐَุง ุงْูุญَุฏِูุซُ ، َูุณَู َّุงُู ุนَุจْุฏَ ุงْูู َِِูู ، ََููุงَู ุณَู َّุงُู ุฃًََّููุง ุงَْููุงุณِู َ ، ََููุนََُูู ุจَุนْุถُ ุงْูุฃَْูุตَุงุฑِ ุฃَْูุถًุง . ุงูุณَّุงุฏِุณُ : ุฃََّู ุงูุชَّุณْู َِูุฉَ ุจِู ُุญَู َّุฏٍ ู َู ُْููุนَุฉٌ ู ُุทًَْููุง ، ุณََูุงุกٌ َูุงَู َُูู َُْูููุฉٌ ุฃَู ْ َูุง ، َูุฌَุงุกَ ِِููู ุญَุฏِูุซٌ ุนَِู ุงَّููุจِِّู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ : ( ุชُุณَู َُّูู ุฃََْููุงุฏَُูู ْ ู ُุญَู َّุฏًุง ุซُู َّ ุชَْูุนََُُููููู ْ ) ََููุชَุจَ ุนُู َุฑُ ุฅَِูู ุงَُْููููุฉِ : َูุง ุชُุณَู ُّูุง ุฃَุญَุฏًุง ุจِุงุณْู ِ َูุจٍِّู ، َูุฃَู َุฑَ ุฌَู َุงุนَุฉً ุจِุงْูู َุฏَِููุฉِ ุจِุชَุบِْููุฑِ ุฃَุณْู َุงุกِ ุฃَุจَْูุงุฆِِูู ْ ู ُุญَู َّุฏٍ ، ุญَุชَّู ุฐََูุฑَ َُูู ุฌَู َุงุนَุฉٌ ุฃََّู ุงَّููุจَِّู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ุฃَุฐَِู َُููู ْ ِูู ุฐََِูู َูุณَู َّุงُูู ْ ุจِِู َูุชَุฑََُููู ْ .
Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan tersebut menjadi beberapa madzhab seperti yang telah dikumpulkan oleh Al-Qadhi dan yang lainnya. Di antara pendapat tersebut adalah:
๐ Pertama,
Menurut madzhab Syafi'i dan mazhab zhahiri , bahwasanya tidak boleh bagi seorangpun untuk dijuluki dengan Abul Qasim, baik namanya Muhammad, Ahmad, maupun bukan berdasarkan hukum yang dipahami dari hadits tersebut secara zhahir.
๐ Kedua,
Larangan tersebut mansukh (dihapus hukumnya); karena hukum itu berlaku pada awal Islam berdasarkan tujuan yang disebutkan di dalam hadits. Para ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan : Maka sekarang dibolehkan bagi semua orang untuk dijuluki Abul Qasim, baik orang yang namanya Muhammad, Ahmad, maupun yang lainnya, Itu adalah madzhab Malik.
AlQadhi mengatakan :
Pendapat ini pula yang disampaikan oleh mayoritas kaum salafush-shalih, ulama fikih di seluruh penjuru negeri, dan jumhur ulama. Mereka berkata, "Telah populer bahwa sekelompok orang dijuluki dengan Abul Qasim pada masa generasi pertama (shahabat) dan pada masa-masa setelahnya sampai sekarang, dan tiada seorang Pun yang mengingkarinya'" .
๐ Ketiga,
Madzhab Ibnu Jarir yang menyatakan bahwasanya hukumnya tidak dihapus. Namun larangan tersebut sifatnya hanya untuk menunjukkan hal itu makruh dan menyalahi etika, bukan untuk menunjukkan sesuatu Yang haram.
๐ Keempat,
larangan mempunyai julukan dengan Abul Qasim hanya dikhususkan bagi orang yang namanya Muhammad atau Ahmad. Namun diperbolehkan mempunyai julukan Abul Qasim bagi orang yang tidak bernama Muhammad atau Ahmad. Itu adalah pendapat sekelompok orang dari kaum salafush-shalih, dan ada hadits marfu' dari Jabir Radhiyallahu Anhu berkenaan dengan hal tersebut.
๐ Kelima,
Dilarang mempunyai julukan Abul Qasim secara mutlak, dan seorang anak dilarang diberi nama dengan AI-Qasim agar ayahnya tidak diiuluki Abul Qasim. Marwan bin Al-Hakam telah mengganti nama anaknya dengan Abdul Malik ketika hadits tersebut sampai kepadanya di mana sebelumnya dia memberi nama anaknya dengan ALQasim.
Hal itu juga telah dilakukan oleh sebagian kaum Anshar.
๐ Keenam,
Memberi nama Muhammad adalah dilarang secara mutlak, baik bagi seseorang yang memiliki julukan maupun tidak' Hal itu telah dijelaskan dalam sebuah hadits dari Nabi Shallallahu Alaihi wa sallam yang berbunyi :
Kalian menamakan anak-anak kalian dengan Muhammad,lalu kalian melaknat mereka !"
Umar Radhiyallahu Anhu menulis surat kepada penduduk kota Kufah yang berbunyi, "janganlah kalian menamakan seorang pun dengan nama Nabi!'
Umar juga memerintahkan sekelompok orang di kota Madinah untuk merubah nama-nama anak mereka yang diberi nama Muhammad. Hingga ada sekelompok orang menyebutkan kepada Umar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberi izin kepada mereka untuk melakukan hal tersebut dan menamakan mereka dengan Muhammad maka Umar Radhiyallnhu Anhu pun membiarkan mereka.
(Minhaj Syarah shahih Muslim XIV / 294 )
Mujawib:
2)ustadz Hari Assegaf
Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ุชุณู ูุง ุจุงุณู ู ููุง ุชูููุง ุจูููุชู
"Bernamalah dengan namaku dan jangan berkuniyah dengan kuniyahku"
Para Ulama telah menyebutkan tiga madzhab dalam permasalahan ini
1⃣ Pendapat pertama adalah melarang berkuniyah dengan Abul Qashim secara mutlak, diantara Ulama yang berpendapat dengan pendapat ini adalah Al-Imam Asy Syafi'i rahimahullah dan para Ulama menyebutkan bahwa ini adalah madzhab dzhahiriyyah, mereka berdalil dengan hadits ini bahwa Nabi shallallahu alaihi wa salam mengatakan:
ููุง ุชูููุง ุจูููุชู
"Jangan kalian berkuniyah dengan kuniyahku"
2⃣ Pendapat kedua adalah menyatakan boleh secara mutlak, namun mereka mengatakan bahwa larangan didalam hadits tersebut adalah khusus dimasa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mereka berdalil bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu alaihi wa salam dipasar, dan beliau mendengar seorang laki-laki memanggil dengan sebutan wahai Abul Qashim, maka beliau shallallahu alaihi wa sallam menoleh, laki-laki itu berkata: bukan engkau yang saya maksud wahai Rasulullah, saya bertujuan memanggil seseorang, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ุณู ูุง ุจุงุณู ู ููุง ุชูููุง ุจูููุชู
"Berilah nama dengan namaku, namun jangan berkuniyah dengan kuniyahku"
3⃣ Pendapat ketiga adalah: tidak boleh bagi seorang yang bernama Muhammad berkuniyah dengan Abul Qashim dan boleh bagi yang namanya bukan Muhammad berkuniyah dengan Abul Qashim.
Pendapat yang benar adalah pendapat kedua, Pendapat ini adalah pendapat Al-Imam Malik rahimahullah yakni bahwa larangan tersebut khusus pada masa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan tidak dikhususkan setelah beliau shallallahu alaihi wa sallam wafat,
Dikarenakan ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam hidup beliau terganggu karena tersamarkan bahwa beliau yang dipanggil,
Adapun ketika seseorang memanggil Muhammad di masa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka tidak akan tersamarkan,
Allah azza wajalla berfirman:
ุชَุฌْุนَُููุง ุฏُุนَุงุกَ ุงูุฑَّุณُِูู ุจََُْูููู ْ َูุฏُุนَุงุกِ ุจَุนْุถُِูู ุจَุนْุถًุง ۚ
Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul diantara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain).(An-Nur; 63)