SHOLAT DENGAN PAKAIAN SOBEK
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
DOKUMENTASI HASIL TANYA JAWAB DI GRUP MENURUT 4 MADZHAB (18)
Masih latihan belajar mendokumentasikan , mohon sambil dibantu apabila ada kesalahan dalam penyusunan dokumentasi ☺️🙏
PERTANYAAN:
1)tadz Abdullah sidiq
Assalamualaikum
Seorang petani disawah waktu shalatnya hampir habis , eh ternyata celana satu satunya sobek dan tidak ada kain yang bisa untuk menutup aurat.
Bagaimana cara shalatnya dia , mohon dicerahkan 😊🙏
@semua orang
JAWABAN:
1)teh Rina Leriyani I
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Wajib menutup sobek tersebut sekalipun dengan lumpur
وإن وجد مإ يستر بعض عورته، يجب سترها ولو بيده في الأصح عند الشافعية، لحصول المقصود، فإن كفى الساتر سوأتيه أو الفرجين تعين لهما، وإن كفى أحدهما تعين عليه ستر القُبُل ثم الدبر عند الشافعية،
Jika ada sesuatu yang hanya dapat menutup sebagian aurat saja, maka wajib menggunakannya untuk menutup aurat, sekalipun dengan tangan sebagaimana pendapat yang ashah di kalangan ulama Syafi'i. Karena, dengan cara itu tercapailah tujuan menutup aurat.
Sekiranya sesuatu itu mencukupi untuk menutup dua kemaluan saja, maka ia wajib menggunakannya untuk menutup kedua kemaluannya itu. Jika penutup itu hanya cukup untuk menutup salah satu dari kedua kemaluannya, maka yang harus ditutup dahulu adalah kemaluan bagian depan dulu, baru kemudian kemaluan bagian belakang. Ini adalah menurut ulama madzhab Syafi'i.
من لم يجد ساتراً لعورته: صلى عرياناً عند المالكية؛ لأن ستر العورة مطلوب عند القدرة، ويسقط بالعجز.
وصلى قاعداً يومئ إيماء عند الحنابلة، عملاً بفعل ابن عمر كما أبنت سابقاً في الشرط الثالث.
ويجب عليه أن يصلي عند الشافعية والحنفية ولو بطين يتطين به يبقى إلى تمام صلاته، أو بماء كدر غير صاف، وتكفيه الظلمة للاضطرار عند الحنفية والمالكية، وباليد عند الشافعية في الأصح وعند الحنابلة لحصول المقصود كما تقدم،
Seseorang yang tidak mendapatkan penutup untuk auratnya:
Menurut pendapat ulama Maliki, seseorang yang tidak mempunyai penutup aurat hendaklah shalat dengan telanjang. Karena, menutup aurat dituntut di saat memang ada kemampuan memenuhinya. jika tidak mampu, maka tuntutan tersebut gugur.
Menurut pendapat ulama Hambali, ketika seseorang dalam keadaan tidak ada penutup aurat hendaklah ia melakukan shalat dengan cara duduk dan melakukan isyarat. Hal ini berdasarkan perbuatan Ibnu Umar seperti yang telah dijelaskan sebelum ini dalam syarat ketiga.
Menurut pendapat ulama Syafi'i dan Hanafi, orang tersebut wajib melakukan shalat meskipun dengan cara melumuri tanah pada tubuhnya sebagai penutup aurat. Dan hendaknya, ia terus berada dalam keadaan demikian hingga selesai shalat, ataupun dengan cara melumuri badan dengan air yang keruh sebagai penutup aurat.
Menurut pendapat ulama Hanafi dan Maliki, orang tersebut cukup menutupi aurat dengan kegelapan karena dalam keadaan darurat. Sementara menurut pendapat yang ashah di kalangan ulama Syafi'i, orang tersebut hendaklah menutupi auratnya dengan tangan. segitu juga menurut pendapat ulama Hambali, karena dengan cara itu tercapailah tujuan menutup aurat sebagaimana yang telah dijelaskan sebelum ini.
(Alfihul Islam wa Adilatuhu)
JAWABAN:
2) Hari Assegaf
Wa'alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh.
Ulama Mazhab Syafi‘i menyebutkan ketentuan perihal penutup aurat. Begi mereka, penutup aurat adalah benda yang menghalangi warna kulit orang yang shalat, sekali pun berupa lumpur atau air keruh yang melekat di tubuh. Tentu saja benda penutup aurat itu harus suci. Ulama Mazhab Maliki memberikan catatan bahwa jika warna kulit aurat tubuh orang yang shalat itu masih tampak, maka kondisi itu sama saja dengan kondisi tanpa penutup aurat. Tetapi bila hanya menggambarkan warna kulit aurat, maka hal ini terbilang makruh.
وقال الشافعية: شرط الساتر: ما يمنع لون البشرة، ولو ماء كدراً أو طيناً، لاخيمة ضيقة وظلمة، ويجب عندهم أن يكون الساتر طاهراً، وقال المالكية: إن ظهر ما تحته فهو كالعدم، وإن وصف فهو مكروه
Artinya, “Ulama Mazhab Syafi‘i mengatakan bahwa syarat penutup aurat adalah benda yang mencegah penampakan warna kulit sekali pun ia hanya air keruh atau tanah, bukan kemah yang sempit dan kegelapan. Penutup aurat itu, menurut mereka, harus suci. Sementara ulama Mazhab Maliki, kalau tetap muncul warna kulit di balik penutup itu maka ia sama saja dengan tanpa penutup. Tetapi jika hanya menggambarkan warna kulit, maka itu makruh,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz I, halaman 579).
Wallahu A'lam.
Baca juga SHOLAT DENGAN MUKENA TIPIS..