Apa Saja Dasar Hukum Fiqih??, ini Sumbernya.. - MAJELIS AKHWAT BERCADAR

Apa Saja Dasar Hukum Fiqih??, ini Sumbernya..

Apa saja Sumber hukum fiqih

SUMBER- SUMBER/ DALIL- DALIL HUKUM FIQIH (USHUL FIQIH )

Hukum Islam sebagaimana hukum-hukum yang lainnya mempunyai sumber hukum. Istilah sumber hukum dalam Islam sama dengan Ushul al-Hukm (al adilah atau dalil-dalil hukum). Yang dimaksud dengan  dalil hukum adalah hukum syara yang amaliah dari dalil-dalil. Salah satunya adalah disebut FIQIH.

Dalam fiqih, ulama telah sepakat bahwa dasar-dasar hukum yang di gunakan terdapat 4 jenis. Dan pada kesempatan ini admin akan mengulas empat sumber tersebut, berikut uraianya:

Sumber hukum Islam (syariat Islam) terdiri atas:

1. Al-qur‟an

Sumber utama hukum adalah Al_Qur‟an. Al_Qur‟an menurut bahasa adalah bacaan sedangkan menurut istilah adalah himpunan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melewati malaikat jibril.

Malaikat jibril adalah malaikat yang ditugasi untuk menyampaikan wahyu dari Allah SWT, wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad merupakan wahyu yang wajib disampaikan kepada manusi sebagai pedoman keberlangsungan kehidupan yang selamat di dunai maupun di akhirat, Nabi Muhammad di angkat menjadi nabi pada umur 40 tahun bersamaan Al Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur sehingga terhimpun dengan baik dan sempurna sampai nabi wafat.

Hikmah Al-qur an diturunkan secara bertahap adalah bahwa Al Qur‟an mudah untuk diterima, dihafalkan, difahami isi kandungannya serta bisa di implementasi setiap hari oleh manusia dalam kehidupannya, sebab apabila Al-qu‟an diturunkan sekaligus akan menyebabkan kesulitan dalam menghafal, memahami isi dari kandungan Al Qur‟an dan penghayatannya.

Adapun proses turunnya wahyu melalui beberapa cara, antara lain:

Malaikat Jibril datang menampakkan dirinya seperti seorang laki-laki, kemudian membacakan firman Allah SWT. Nabi Muhammad SAW langsung menangkap dan memahami bacaan itu dengan baik, kemudian beliau hafal dengan sempurna.

Kadang-kadang pula wahyu diterima Nabi SAW dalam bentuk bunyi seperti suara genta, namun semuanya dapat ditangkap dengan baik oleh Rasulullah SAW.

2. Al-hadist

Hadist menurut bahasa adalah kebalikan dari dahulu yaitu baru, sedangkan menurut istilah suatu perkara yang dinisbatkan oleh nabi mulai dari perkataan, perbuatan, penetapaan nabi, sifat-sifat nabi atau perjalanan nabi. Para sahabat dulu sebelum mereka menyebarkan hadist nabi maka mereka mengaji terlebih dahulu kepada nabi lalu mereka menyampaiakannya sesuai dengan apa yang mereka dapat saat mengaji kepada nabi Muhammad.

Pada zaman Nabi Saw, boleh dikatakan tidak ada sahabat yang secara terang-terangan menulis Hadis (tidak sebagaimana mereka menuliskan Al-Qur‟an). Mereka hanya menghafalkan lafazdnya atau maknanya dari sabda Rasulullah Saw. Pada tahun 99 H barulah Al-Hadis mulai ditulis dan dikumpulkan oleh Abu Bakar bin Hazm atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pekerjaan mencatat Hadis terus berkembang diimbangi dengan berkembangnya penyeleksian, baik dari materinya sendiri maupun kualitas orang-orang yang menjadi mata rantai Hadis tersebut.

Para ulama telah berkerja keras betul dalam meneliti sesuatu berita yang dikatakan sebagai Hadis. Apakah betul-betul dari Nabi Muhammad SAW atau bukan, mereka memeriksanya dengan ketat, kemudian mengkategorinya dalam derajat, ada yang shahih (dapat dipergunakan sebagai dalil/hujjah), ada pula yang dha‟if (tidak dapat dipergunakan sebagai dalil/hujjah).

Hadis Shahih, yakni Hadis yang telah diteliti dengan cermat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran beritanya dari Nabi Muhammad SAW karena pembawa beritanya (musnid) merupakan orang-orang yang jujur, dapat diandalkan hafalannya, kaitan sanad-nya satu sama lain saling bertemu, dan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an.

Hadis Dha‟if, yakni Hadis yang setelah diteliti dengan cermat ternyata mengandung kelemahan, baik dari segi pembawa beritanya (Musnid) yang dipandang tidak jujur, buruk hafalannya, antara kaitan sanad-nya terputus, atau isinya bertentangan dengan Al-Qur‟an.

3. Al- ijma‟

Menurut bahasa, artinya kesepakatan. Sedangkan menurut istilah, ijma‟ berarti kebulatan pendapat para mujtahidin pada suatu masa dalam menetapkan suatu hukum yang memang tidak ditemukan dalilnya secara tegas dalam A-Qur‟an atau Hadis.

Apabila para ulama mujtahidin sepakat dalam menetapkan hukumnya, berarti lahirlah ijmak/kesepakatan para ulama, namun prosesnya tidak boleh lepas dari landasan Al Qur‟andan Hadis, yaitu berpegang kepada kaidah dasar agama. Tidak boleh ada ijmak yang bertentangan dengan Al_Qur‟an dan Hadis yang merupakan sumber kaidah dari dasar agama. Apabila ijma‟ tersebut bertentangan dengan dasar Al Qur‟an maka hukum ijma‟nya batal.

Ijma‟ dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu: ijma‟ shorih dan ijma‟ sukuti.

ijmak shorih adalah ungkapan para mujtahid yang berupa tulisan, perkataan yang menyatakan persetujuan atas pendapat yang telah diberikan seorang mujtahid pada masanya. Sedangkan ijma‟ sukuti adalah diamnya atau tidak setuju atas pernyataan sebagian para mujtahid tersebut, sikap diamnya bukan berarti takut, segan atau malu. Jadi ijma‟ adalah kesepakatan bulat para ulama‟ atas persoalan suatu hukum yang telah ditentukan.

4. Al-qiyas

Qiyas menurut bahasa artinya mengira-ngirakan atau menyamakan sedangkan menurut istilah hukum yang telah tetap dalam suatu benda atau perkara, kemudian diberikan pula kepada suatu benda atau perkara lain yang dipandang memiliki asal, cabang, sifat, dan hukum yang sama dengan suatu benda atau perkara yang telah tetap hukumnya.

Dalam proses qiyas, ada 4 faktor (rukun) yang harus dipenuhi, yakni asalnya, hukumnya, cabangnya dan sifatnya. Misalnya, tentang haramnya khamar (arak). Khamar itu disebut asalnya, sifatnya memabukkan dipandang sebagai sebabnya, maka setiap minuman lain yang sifatnya memabukkan dipandang sebagai cabangnya, dan dinyatakan hukumnya sebagai haram. Dari kriteria tersebut, dapat dikembangkan kepada minuman atau makanan lain.

Pengertian Qiyas dapat dibagi dari 2 segi, 
yaitu: 

a. Munurut logika, qiyas artinya mengambil suatu kesimpulan khusus dari dua kesimpulan umum sebelumnya .

b. Menurut hukum Islam, qiyas artinya menetapkan suatu hukum dari masalah yang baru yang belum pernah disebutkan hukumnya dengan melihat masalah lama yang sudah ada hukumnya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url